27 December 2009

Mendapat durian runtuh (part II)

Ada pekerja seni (baca:pengamen) di dalam bus, terdiri dari dua orang
yang satu sebagai vocalis sedangkan yang lain bermain gitar.
Bertepatan dengan itu ada seorang ibu beserta anaknya menaiki bis dan duduk berseberangan denganku. si ibu sempat melontarkan senyuman padaku dan aku membalasnya ( dalam hati aku meyakini bahwa penduduk indonesia memang sangat ramah)

Pengamen tersebut mulai bernyanyi,entah apa lagu yang mereka nyanyikan, mungkin karangan mereka sendiri karena aku belum pernah mendengarnya baik di tv ataupun radio.
Setelah selesai "berdendang" si vocalis berjalan ke arah depan, lalu menghadap ke arah kami setelah berceloteh yang intinya dia meminta upah dari lagu yang telah ia nyanyikan tadi,kantong bekas permen kiss secara bergilir disodorkan ke setiap penumpang dari arah depan hingga belakang.
sambil menyiapkan koin 500,- aku terus memperhatikan setiap langkah penjemputan rezekinya.
hingga tiba di depanku, seorang anak lelaki kecil mengambil selembar uang berwarna merah dengan nominal 10.000,- dari dompet yang dia pegang lalu ia memasukkan
uang tersebut kedalam kantong yang disodorkan kepadanya, Aku tercengang melihat adegan itu, seorang anak lelaki kira-kira berumur 10 tahun, bertopi dan duduk di pangkuan sang ibu yang saat itu sedang memejamkan mata memberi uang sebesar 10.000,- kepada pengamen, entah apa yang ada dipikiran si anak saat itu, sempat aku berpikir mungkin sang ibu yang menyuruh si anak untuk memberi uang sebesar itu kepada pengamen, mungkin sang ibu sedang mendapatkan rezeki yang ingin ia bagikan sebagian kepada orang yang membutuhkan.
Sempat kuperhatikan sang pengamen tersenyum menerima uang sebesar itu yang tidak biasa ia terima dari penumpang pada umumnya.
Setelah menerima uang koin yang kuberikan, kedua pengamen itu memberi isyarat pada kenek untuk turun di tempat saat itu juga. mereka tidak melanjutkan "misinya" walaupun masih ada sekitar
7 kursi di belakangku. Sepertinya pengamen itu sudah puas dengan pendapatan kali ini sehingga memutuskan untuk berhenti lebih cepat dari biasanya.

5 menit kemuadian pengamen tersebut turun, kondektur mulai menarik uang karcis untuk penumpang yang baru naik.
Tiba-tiba muncul teriakan dari arah sampingku, si Ibu baru sadarkalo uang yang dititipkan pada anaknya telah raib, kontan dia menanyaidimana uang itu berada, si anak bercerita sambil ketakutan. Sang ibu semakin murka ketika tahu uang itu diberikan kepada pengamen. dia mencubit lengan si anak yang hanya tertunduk,
dia sangat murka kepada anaknya karena ternyata itu adalah uang terakhir yang ia miliki untuk membayar karcis bus. Sang ibu mengeluarkan sumpah serapah kepadanya, berbagai makian mengalir tanpa henti dari mulutnya, lama sekali dia memarahi anaknya. Sontak seluruh perhatian penumpang tertuju kepada mereka, begitu juga aku.
Tiba-tiba aku merasa kasihan pada si anak,pasti dia sangat menyesalkan kelakukannya. Untung saja pak kondektur mau berbaik hati memberi tumpangan gratis kepada mereka sampai ke tempat tujuannya nanti.

Aku mengamati raut wajah si anak yang tetap tertunduk dan terdiam, topi yang dipakainya terlalu kebawah sehingga menutupi separuh wajahnya. entah apa yang sedang dia pikirkan. Aku merasa tidak sepenuhnya itu kesalahan si anak, melihat besarnya anak itu sepertinya tidak mungkin dia tidak paham tentang mata uang, atau jangan2
dia tidak sekolah sehingga tidak tahu tentang mata uang, Sang ibu juga salah mengapa juga dia menitipkan uang sebesar itu kepada anaknya, apa susahnya membawa sendiri disimpan dalam kantong celana atau di dompetnya.

entahlah.....
aku capek berargumen sendiri tentang kemungkinan-kemungkinan itu,
aku memutuskan untuk tidur di sepanjang perjalanan pulang.
ups.. aku inget sebelum tidur aku sempat memberi sebuah permen kepada si anak tersebut dan dia menerimanya dengan malu-malu kucing sambil tersenyum polos kepadaku :)

selesai.

No comments:

Post a Comment